Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Dongeng Tanpa Judul, Tanpa Ujung

Suatu pagi aku terbangun dan menemukan rumahku adalah kota besar nan megah Gedung-gedung tinggi mencakar cakrawala nun jauh di sana Aku hidup di kota besar, ingar-bingar adalah sarapan balita hingga lansia Aku hidup di tengah kabut pekat yang begitu jauh dari debur ombak Yang jauh dari biru yang paling biru Anak-anakku hanya kusisakan cerita demi cerita tentang masa lalu yang jaya Cucu-cucuku kuceritakan tentang orang-orang yang pernah merasa Berjaya Mereka hanya tertawa dan mengira aku sedang mendongeng belaka : tentang ombak : tentang perahu : tentang karang : tentang laut : tentang biru : tentang.. : tentang ketenangan, tentang keindahan Padahal ayahku kerap bercerita tentang ikan-ikan yang melompat kegirangan di pinggir perahu sederhananya Padahal ibuku kerap bercerita tentang otot kakek bekas menjala ikan di samudra raya Sedang aku hanya dikira sedang mendongeng kisah-kisah yang tak pernah ada Nenek moyangku orang pelaut Gemar mengarung

Ulasan dan Kritik Buku: Dua Tanda Kurung | Puisi dalam Puisi Kehidupan Handoko F. Zainsam

Gambar
dok. pribadi Hiasan-hiasan kehidupan Menjadi indah ketika menemukan pembalikan. Kesadaran Mata rantai yang tak terputus - Handoko F. Zainsam Membaca Dua Tanda Kurung karya Handoko F. Zainsam seperti membaca kehidupan. Penuh lika-liku dan rahasia. Buku ini menyimpan banyak misteri, seperti sejatinya kehidupan. Buku yang dibuat dari tahun 2002 hingga 2014 ini memiliki misterinya sendiri lewat tokoh-tokoh yang Handoko ciptakan. Alur kehidupan dibuat berbelit dan saling membelit. Handoko pandai menyimpan rahasia kisah setiap tokohnya. Plot demi plot dikisahkan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan pertanyaan yang besar. Cukup menarik pembaca untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.  Membaca halaman demi halaman, puisi demi puisi; seperti menyelami kehidupan kita sendiri. Handoko pandai membelah jiwa pembaca lewat puisi yang ia ciptakan. Puisi-puisinya seperti “tercecer” dan bertebar di tiap kata yang ia tulis. Sajak-sajaknya seakan mampu mengoyak jiwa. Cerita ini dibuka dengan sajak