Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014
"Kembang-kembang mawarmu pasti betulan jadi kembang. Sabarlah sedikit." --Selain diberi air dan pupuk, jangan lupa beri cinta ya, Non.

Pada Suatu Waktu --Entah Kapan

"Hidup telah mengajarkan jalannya sendiri-sendiri bagi manusia."   "Aku ini sekuntum bunga. Akankah hidup mengajarkan sesuatu padaku?" "Mesti..."   --Kau tahan bicaramu. Kau isap dalam-dalam lintingan tembakau yang kau jepit dengan telunjuk dan ibu jari. Kau hembuskan asap-asap berbentuk bulat yang kemudian terapung-apung di udara, yang kemudian lesap dihisap pengap. Kaupun kembali bicara... "Hidup pasti mengajarkan sesuatu.." *** Barangkali hidup tak pernah berniat mengajarkan sesuatu. Seperti yang kita tahu kehidupan adalah gudang segala rahasia, dengan begitu akan selalu ada yang disembunyikannya. Hanya tinggal sejauh mana kita mau mencari atau bahkan membuat pelajaran sendiri.   Catatan pengarang: Tulisan ini merupakan karangan fiksi yang berdasar pada percakapan antara saya dan Penyair Irman Syah di sela-sela senggang waktu yang beliau miliki dan dilakukan lewat jejaring sosial. Dibuat pada 27 Mei 2014, diedit pada 2

Puncak Puting

Di tengah hujan badai tengah malam, aku masih di tengah panjangnya jalan Komat-kamit berdoa : doa apa saja yang penting aku tidak diam Pun doa bergenre keroncong atau dangdut Petir mengusap setiap sudut yang bisa kulihat Tak seberapa panjang Dan dari sepanjang yang bisa kulihat, tak ada halte atau pun pos ronda Hanya pohon Hanya pohon Lagi-lagi pohon Lalu pohon Lalu pohon lagi Pohon terus Pohon melulu Mesti pohon : Tak ada tempat buatku berteduh Kata orang tua, tidak boleh berteduh di bawah pohon Sedangkan aku.. Hanya payung yang kupunya, juga harga diri tentunya Tapi lalu bagaimana? Hanya payunglah harapanku Dan puncak putingnya : yang kata orangtua dulu, dapat menangkal petir Baik kalau begitu Mari kembali berjalan di tengah panjangnya jalan! Mari berdoa, keroncong atau dangdut!   

Di Tengah Selayang Lapang

Menggeletakan diri begitu saja Dengan kantung plastik bening --berisi air yang telah habis dan sedotan yang sudah entah dibuang ke mana-- di tangan Tangan satunya sibuk membasuh-basuh keringat di pelipis dan lehernya Matanya menari-nari menatap langit Melayangkan tatapan liar pada sesuatu-sesuatu yang dapat ditangkapnya Sampai... "Dul, layangan urang putus. Hayuklah tuh!" Bangkitlah ia dan mulai berlari mengejar layang yang melayang di bawah matahari yang memandanginya selayang dua layang (lagi) (lagi) (dan lagi)

Naskah Drama: PEMERANG KABUT

Naskah drama oleh Katya Sekar Diberi judul oleh Rizki Putri Buddin Ditulis untuk pengambilan nilai kelas teater  "Pemerang Kabut"   Tokoh Irama Nuansa Warna Laras *** Puisi "Pemerang Kabut" Warna kini menguning Nuansa tidak lagi teduh Kabut hitampun mengeluh "Aku bekerja tidak kenal waktu!" Para raksasa sudah enggan berselaras Kita ternyata sudah lupa pada irama Nada sudah lupa pada ketuknya Ia memberingas, menghantam segala rupa *** Laras Pagi ini tidak kutemukan  waktu sarapan yang menyenangkan. Irama Ada apa memangnya? Laras Jangan pura-pura dungu! Roda-roda sudah berputar dari pukul empat pagi!  Irama Laras, sudah.  Kita bisa berbuat apa? Laras Seharusnya ada. *** Warna Aku benci! Mataku dibuat buta oleh kaca-kaca setinggi langit. Mau apa sih, mereka? Nuansa Aku juga rindu  pada permadani-permadani hijau kita itu. Warna Ya.  Dib

Tentang Tentang

Melamun. Sukanya hanya melamun. Melamunkan tentang hari ini. Tentang tumpukan mimpi. Di depan cermin, atau di depan gelas kopi. Atau sambil syahdunya menatap kelopak mata sendiri. Kemudian bosan. Dan memutuskan untuk menelpon kekasih. Bercerita tentang hari ini. Tentang tumpukan mimpi. Dan tentang apapun yang ingin diceritakan. Kemudian pulsa habis. Sambungan telepon terputus. Selanjutnya kembali melamun. Tentang hari ini. Tentang tumpukan mimpi. Tentang yang baru saja terjadi. Tentang pulsa yang cepat sekali habis. Tentang betapa untungnya para pengusaha voucher pulsa. Tentang betapa asiknya jika saya jadi penjual pulsa. Tentang.. Tentang.. Tentang.. Tentang betapa mudahnya melamun. Tentang betapa mudahnya membangun mimpi. Tentang.. Tentang.. Tentang aku yang senang bicara tentang tentang. Tentang..
Pada apa yang disebut kasmaran, kita tulis dongeng kita sendiri, kita bangun planet kita sendiri. Dan orang lain hanyalah penonton bisu.
Ini akan jadi lucu jika saya awali dengan kalimat pembuka yang bagaimana? Atau tidak perlu kalimat pembuka yang kesannya hanya basa-basi kemudian berubah menjadi bahasa amat basi semata? Baik. Baik. Begini lho, non . Saya kok merasakan rindu yang luar biasa begitu, ya? Saya kok rasanya pengen mengulang sesuatu begitu, ya? Jeleknya, saya tidak tahu, ra paham, sama apa yang saya rasain. Emang kadang saya suka gini. Mungkin banyak pikiran aja. Jadi campur aduk. Ra jelas mana kenyataan, mana impian. Saya...saya...saya... pengin dipeluk aja, non. 
Jentera bianglala yang pernah kamu sebut-sebut kini mengabur. Mangabur. Mengabur. Mengabur. Dipaksa pergi oleh si empunya langit. Terpaksa kabur. Makin mengabur. ... ..