Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Menjelang Pagi

Lelah menunggu. Apa aku yang harus menghampirimu; lalu meninakbobokanmu, kantuk? Catatan pengarang: ini gaya berpuisi ngikutin gayanya Hilda Winar. "Ceritanya gini. Saya berusaha bikin puisi kayak orang orang. Ala sonian, ala haiku, ala 2,7. Tapi gak mampu. Saya gak sanggup memperkosa puisi. Akhirnya ya gitu. Jadi diri sendiri aja," katanya setelah saya mbanguni beliau. Jadi, gimana? Puisi saya sudah ala-ala Hilda Winar? Catatan pengarang (lagi): maaf ya kalo catatan pengarangnya nya lebih panjang dibanding puisinya.

Menjadi Seniman

Aku, dulu sekali, pernah bercita-cita menjadi seorang seniman. Dengan kata lain, mencurahkan seluruh hidupku untuk seni. Membuat karya seni, mengadakan acara kesenian, pameran, makan dari hasil karyaku. Pokoknya, "seniman" seperti yang orang-orang kebanyakan anggap seniman. Ayahku, kutahu dari raut wajahnya, tidak pernah setuju aku jadi seniman. Ibuku juga, meski ia santai saja dan tetap dengan halus menasihatiku bahwa seni hanyalah "sampingan". Sampai akhirnya aku menikah dengan seorang pria yang kucintai, of course , kini aku resmi bukan jadi seniman dan bekerja paruh waktu di kantor penerbitan yang cukup terkenal di kotaku. Lumayan untuk beli ini-itu yang kusuka tanpa harus mengurangi jatah ongkos dapur dan kreditan mobil serta kulkas dua pintu, kiri dan kanan, seperti punya tetangga sebelah. Sebenarnya aku hampir lupa dengan cita-cita lawasku hingga suatu pagi suamiku mengungkitnya. "Aku belum liat lagi karya-karyamu. Gambar. Puisi. Atau lagu, mungk

Mabuk

Malam itu, kamu benar, aku mabuk. Sudah dua minggu sejak pertengkaran hebat itu. Tidak ada yang berubah. Lari pagi, minum kopi, membuat sarapan, pergi ke kantor, makan siang, kembali ke kantor, pulang, mandi, tidur, dan perasaanku. Sungguh sedih melihat update statusnya di media sosial, mendapatinya pergi ke salon, berbelanja, makan di restoran, reuni dengan teman-temannya, dan menyadari ini semua baru berjalan dua minggu dan ia begitu bahagia dengan hidupnya tanpa diriku. *** Aku merasa ada yang aneh dengan hidupku baru-baru ini. Tentunya bertahun-tahun melewati hidupku dengannya membuatku hampir 'ketergantungan'. Tanpa pesan singkat di pagi hari, tanpa telepon berjam-jam hingga jatuh tertidur, tanpa kepolosannya yang tidak menyadari aku begitu kesal atas ulahnya.  Tanpa semuanya yang pernah kami lewati bersama benar-benar membuatku canggung. Berat badanku naik lima kilo setelah malam itu, berharap dengan makan, kenangan tentangnya akan hilang bersama kotoran yang